Jumat, 25 April 2014

PENGERTIAN BENTANG LAHAN DAN LAHAN



Istilah bentanglahan berasal dari kata landscape (Inggris), atau landscap (Belanda) dan landschaft (Jerman), yang secara umum berarti pemandangan. Arti pemandangan mengandung 2 (dua) aspek, yaitu: (a) aspek visual dan (b) aspek estetika pada suatu lingkungan tertentu (Zonneveld, 1979 / Widiyanto dkk, 2006). Ada beberapa penulis yang memberikan pengertian mengenai bentanglahan, antara lain:
1. Bentanglahan merupakan gabungan dari bentuklahan (landform). Bentuklahan merupakan kenampakan tunggal, seperti sebuah bukit atau lembah sungai. Kombinasi dari kenampakan tersebut membentuk suatu bentanglahan, seperti daerah perbukitan yang baik bentuk maupun ukurannya bervariasi / berbeda-beda, dengan aliran air sungai di sela-selanya (Tuttle, 1975).
2. Bentanglahan ialah sebagian ruang permukaan bumi yang terdiri atas sistem-sistem, yang dibentuk oleh interaksi dan interpen-densi antara bentuklahan, batuan, bahan pelapukan batuan, tanah, air, udara, tetumbuhan, hewan, laut tepi pantai, energi dan manusia dengan segala aktivitasnya, yang secara keseluruhan membentuk satu kesatuan (Surastopo, 1982).
3. Bentanglahan merupakan bentangan permukaan bumi dengan seluruh fenomenanya, yang mencakup: bentuklahan, tanah, vegetasi, dan atribut-atribut lain, yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia (Vink, 1983).
Berdasarkan pengertian bentanglahan tersebut, maka dapat diketahui bahwa terdapat 8 (delapan) unsur penyusun bentanglahan, yaitu: udara, batuan, tanah, air, bentuklahan, flora, fauna, dan manusia, dengan segala aktivitasnya. Kedelapan unsur bentanglahan tersebut merupakan faktor-faktor penentu terbentuknya bentanglahan, yang terdiri atas: faktor geomorfik (G), litologik (L), edafik (E), klimatik (K), hidrologik (H), oseanik (O), biotik (B), dan faktor antropogenik (A). Dengan demikian, berdasarkan faktor-faktor pembentuknya, bentanglahan (Ls) dapat dirumuskan :
Ls = f (G, L, E, K, H, O, B, A)
Keterangan :
Ls : bentanglahan
G : geomorfik
L : litologik
E : edafik
K : klimatik
H : hidrologik
O : oseanik
B : biotic
A : antropogenik

Dikaitkan dengan konsep pada Bab 1, maka bentanglahan mencakup 2 (dua) aspek kajian penting, yaitu: (a) bentang alami dengan inti kajian bentuklahan, dan (b) bentang budaya dengan inti kajian manusia dengan segala perilakunya terhadap lahan.
Bentanglahan sebagai inti kajian bentang alami. Menurut Tuttle (1975), bentanglahan atau landscape merupakan kombinasi atau gabungan dari bentuklahan. Mengacu pada definisi bentanglahan tersebut, maka dapat dimengerti bahwa unit analisis yang yang sesuai adalah unit bentuklahan. Oleh karena itu, untuk menganalisis dan mengklasifikasikan bentanglahan selalu mendasarkan pada kerangka kerja bentuklahan (landform).
Bentuklahan adalah bagian dari permukaan bumi yang memiliki bentuk topografis khas, akibat pengaruh kuat dari proses alam dan struktur geologis pada material batuan, dalam skala ruang dan waktu kronologis tertentu. Berdasarkan pengertian ini, faktor-faktor penentu bentuklahan (Lf) dapat dirumuskan:
Lf: f (T, P, S, M, K)

Dengan keterangan:
T : topografi
P : proses alam
S : struktur geologi
M : material batuan
K : ruang dan waktu kronologis

Oleh karena untuk menganalisis bentanglahan lebih sesuai dengan didasarkan pada bentuklahan, maka klasifikasi bentanglahan juga akan lebih sesuai jika didasarkan pada unit-unit bentuklahan penyusunnya. Verstappen (1983) telah mengklasifikasikan bentuklahan berdasarkan genesisnya menjadi 10 (sepuluh) macam bentuklahan asal proses, yaitu:
1. Bentuklahan asal proses volkanik (V), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas gunung api. Contoh bentuklahan ini antara lain: kerucut gunungapi, madan lava, kawah, dan kaldera.
2. Bentuklahan asal proses struktural (S), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat pengaruh kuat struktur geologis. Pegunungan lipatan, pegunungan patahan, perbukitan, dan kubah, merupakan contoh-contoh untuk bentuklahan asal struktural.
3. Bentuklahan asal fluvial (F), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas sungai. Dataran banjir, rawa belakang, teras sungai, dan tanggul alam merupakan contoh-contoh satuan bentuklahan ini.
4. Bentuklahan asal proses solusional (S), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses pelarutan pada batuan yang mudah larut, seperti batu gamping dan dolomite, karst menara, karst kerucut, doline, uvala, polye, goa karst, dan logva, merupakan contoh-contoh bentuklahan ini.
5. Bentuklahan asal proses denudasional (D), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses degradasi seperti longsor dan erosi. Contoh satuan bentuklahan ini antara lain: bukit sisa, lembah sungai, peneplain, dan lahan rusak.
6. Bentuklahan asal proses eolin (E), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses angin. Contoh satuan bentuklahan ini antara lain: gumuk pasir barchan, parallel, parabolik, bintang, lidah, dan transversal.
7. Bentuklahan asal proses marine (M), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses laut oleh tenaga gelombang, arus, dan pasang-surut. Contoh satuan bentuklahan ini adalah: gisik pantai (beach), bura (spit), tombolo, laguna, dan beting gisik (beach ridge). Karena kebanyakan sungai dapat dikatakan bermuara ke laut, maka seringkali terjadi bentuklahan yang terjadi akibat kombinasi proses fluvial dan proses marine. Kombinasi ini disebut proses fluvio-marine. Contoh-contoh satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses fluvio marine ini antara lain delta dan estuari.
8. Bentuklahan asal glasial (G), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses gerakan es (gletser). Contoh satuan bentuklahan ini antara lain lembah menggantung dan morine.
9. Bentuklahan asal organik (O), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat pengaruh kuat aktivitas organisme (flora dan fauna). Contoh satuan bentuklahan ini adalah mangrove dan terumbu karang.
10. Bentuklahan asal antropogenik (A), merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Waduk, kota, dan pelabuhan, merupakan contoh-contoh satuan bentuklahan hasil proses antropogenik.

Kunci pemahaman bentanglahan.
Proses terbentuknya bentanglahan, baik bentang lahan alami maupun bentang budaya, dapat diterangkan berdasar 3 komponen, yaitu: (a) komponen lingkungan alam, (b) lingkungan sosial, dan (c) ideologi. 2 (dua) komponen utama dapat diamati oleh panca indera, sehingga dapat memunculkan suatu kenampakan, sedangkan komponen ideologi lebih berkaitan dengan akal dan hati yang tidak terlihat secara kasat mata.
Masing-masing komponen memiliki sub komponen. Sebagai contoh pada komponen lingkungan alami terdapat sub komponen: relief, batuan, air, dan iklim yang saling berinteraksi. Interaksi ini disebut dengan interaksi horisontal, yang akan menciptakan kenampakan bentang tersendiri. Selain itu juga terdapat interaksi vertikal, yaitu interaksi yang terjadi antara komponen yang saling mempengaruhi, misalnya antara lingkungan alam dan lingkungan sosial. Tiga komponen tersebut berhubungan satu dengan yang lainnya dan tidak dapat dipisahkan.

Identifikasi Satuan Bentuk Lahan Marin
Pengaruh proses marin berlangsung intensif pada daerah pantai pesisir, khususnya pada garis pantai di wilayah pesisir tersebut, bahkan ada diantaranya yang sampai puluhan kilometer masuk ke pedalaman. Selain itu, berbagai proses lain seperti proses tektonik pada masa lalu, erupsi gunung api, perubahan muka air laut, dan lain – lain sangat besar pengaruhnya terhadap kondisi medan pantai dan pesisir beserta karakteristik lainnya. Adakalanya proses marin di kawasan ini berkombinasi dengan proses angin (aeolin). Medan yang terbentuk dari kombinasi dus proses ini bersifat spesifik.
Berbagai proses berlangsung di daerah pantai dan pesisir, yang tenaganya berasal dari ombak, arus, pasang surut, tenaga tektonik, menurunnya permukaan air laut maupun lainnya. Proses ini berpengaruh terhadap medan dan karakteristikya, serta mempengaruhi perkembangan wilayah pantai maupun pesisir tersebut. Secara garis besar perkembangan pantai atau pesisir secara alami dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1. Perkembangan daratan dan 2. Penyusutan daratan.
Daerah pantai merupakan daerah yang masih terkena pengaruh dari aktifitas marin. Berdasarkan morfologinya, daerah pantai dapat dibedakan ke dalam empat kelompok,yaitu:
1. Daerah Pantai Bertebing Terjal
Pantai bertebing terjal di daerah tropik basah pada umumnya menunjukkan kenampakan yang mirip dengan lereng dan lembah pengikisandi daerah pedalaman. Aktifitas pasang-surut dan gelombang mengikis bagian tebing ini sehingga membentuk bekas-bekas abrasi seperti: tebing (cliff), tebing bergantung (notch), rataan gelombang (platform), dan bentuk lainnya.
2. Daerah Pantai Bergisik
Endapan pasir yang berada di daerah pantai pada umumnya memiliki lereng landai. Kebanyakan pasirnya berasal dari daerah pedalaman yang tersangkut oleh aliran sungai, kemudian terbawa arus laut sepanjang pantai, dan selanjutnya dihempas gelombang ke darat. Sesuai dengan tenaga pengangkutnya, maka ukuran butir akan lebih kasar di dekat muara sungai dan berangsur-angsur semakin halus apabila semakin menjauhi muara. Pasir yang berasal dari bhan – bahna volkanik pada umumnya berwarna gelap(hitam atau kelabu) sedangkan yang berasal dari koral atau batu gamping berwarna kuning atau putih. Daerah bagian belakang dari pantai bergisik kebanyakan memiliki beting (=ridges) yang umumnya terdiri dari beberapa jalur. Cirri ini menandakan daerah pantai yang tumbuh dan garis pantainya relative lurus.
3. Daerah Pantai Berawa Payau
Rawa payau juga mencirikan daerah pesisir yang tumbuh. Proses sedimentasi merupakan penyebab bertambahnya daratan pada medan ini. Material penyusun umumnya berbutir halus dan medan ini berkembang pada lokasi yang gelombangnya kecil atau terhalang, pada pantai yang relative dangkal. Medan ini sangat datar dan tergenang pada saat air laut pasang.
4. Terumbu Karang
Terumbu karang terbentuk oleh aktifitas binatang karang dan jasad renik lainnya. Menurut Bird dan Ongkosongo (1980) karang dapat tumbuh dan berkembang biak pada kondisi sebagai berikut:
Air jernihü
Suhu tidak pernah kurang dari 18ºCü
Kadar garam antara 27 s.d. 38 ppt(bagian per seribu)ü
Proses tektonik sering berpengaruh pula terhadap pertumbuhan terumbu karang. Cincin karang (atol) merupakan hasil kombinasi proses aktifitas binatang karang dengan proses tektonik yang berupa terban (subsidence).
Pada pulau karang yang terangkat dan muncul ke permukaan umumnya terdapat endapan puing dan pasir koral di lepas pantainya. Ukuran butir puing dan pasir lebih kasar ke arah datangnya ombak yang lebih besar dan pasir atau lebih halus kea rah membelakangi ombak.
Bagian ini kadang-kadang berselang-seling dengan lagun yang dangkal. Pada lagun ini kadang-kadang tumbuh mangrove.
Pantai Balaikambang merupakan salah satu tempat wisata favorit di Malang tepatnya di Kecamatan Donomulyo Kabupaten Malang
Malang Selatan/Bantur. Dengan kondisi alam yang bersih, Balaikambang sesuai untuk tempat wisata keluarga. Terkadang, di tempat ini juga dipergunakan ritual agama Hindu atau Budha, misalnya pada hari raya Nyepi.Duduk di tepi pantainya pun nyaman karena banyak terdapat pohon Ketapang besar. Di sini pun ada dua pulau karang kecil, salah satunya Pulau Ismaya yang memiliki pura. Saat melihatnya, serasa berada di Tanah Lot, Bali. Pulau ini bisa diakses dari daratan utama berkat adanya jembatan beton.

Bentuk lahan Asal Proses Marin
Perbedaan utama untuk kenampakan bentukan dalam klas ini adalah antara pantai yang berbatu, bila terdapat tebing laut dan permukaan abrasi dengan pantai dataran rendah yang dijumpai bukit-bukit pantai dan swale atau denganpantai penghalang bar atau laguna. Pada zone yang berdelta, bentuk-bentuk marin berhubungan dengan bentuk-bentuk fluvial. Perubahan garis pantai yang berasal dari penimbunan dan abrasi dapat dipelajari dengan baik melalui interpretasi foto udara.
Proses yang terjadi di daerah pantai, seperti pengendapan dari daratan dan laut, arus laut, ombak/gelombang, tektonik dan sebagainya menyebabkan perubahan pantai dan bentuk pantai yang berbeda-beda. Asosiasi alami bahwa pantai selalu terletak di bagian tepi dari kontinental. Secara umum material penyusunnya berupa pasir dengan segala ukuran tergantung sumber material sekitar dengan struktur horisontal, rona cerah, tekstur halus dan pola teratur-seragam. Vegetasi jarang sebatas mintakat pantai seperti pandanus, bakau dan beberapa jenis lainnya, permukiman jarang kecuali telah dimanfaatkan untuk kawasan pariwisata, relief datar dan proses utama adalah pengendapan membentuk bentukan-bentukan khas pantai seperti swale, laguna, bar, bukit pantai dan dataran aluvial pantai (coastal aluvial plain). Beberapa bentang alam pantai antara lain :
· Dataran abrasi (Mda), yaitu suatu dataran hasil erosi gelombang laut yang menghancurkan dinding pantai;
· Split (Msp), yaitu endapan pantai dengan suatu bagian tergabung dengan daratan dan bagian lainnya menjorok ke laut;
· Tombolo (Mtb), yaitu suatau endapan tipis yang menghubungkan suatu pulau dengan daratan utama;
· Bars (Mbr), yaitu hampir sama dengan split, tetapi bars menghubungkan “headland” satu dengan lainnya yang biasa terbentuk di muara sungai. Apabila di belakang bars terakumulasi endapan lanau (silt), maka akan terbentuk “mud flats”;
· Beach (Mbc), yaitu dataran pantai yang tersusun oleh endapan pasir dan kerikil; dan
Gumuk pasir pantai yang terbentuk pada pantai berpasir dengan aktivitas angin yang kuat membentuk bukit-bukit pasir di depan pantai (biasanya dimasukkan sebagai hasil proses angin).

Bentang Lahan Asal Marin
Geomorfologi asal marin merupakan bentuk lahan yang terdapat di sepanjang pantai. Proses perkembangan daerah pantai itu sendiri sangat dipengaruhi oleh kedalaman laut. Semakin dangkal laut maka akan semakin mempermudah terjadinya bentang alam daerah pantai, dan semakin dalam laut maka akan memperlambat proses terjadinya bentang alam di daerah pantai. Selain dipengaruhi oleh kedalaman laut, perkembangan bentang lahan daerah pantai juga dipengaruhi oleh:
1. Struktur, tekstur, dan komposisi batuan.
2. Keadaan bentang alam atau relief dari daerah pantai atau daerah di daerah sekitar pantai tersebut.
3. Proses geomorfologi yang terjadi di daerah pantai tersebut yang disebabkan oleh tenaga dari luar, misalnya yang disebabkan oleh angin, air, es, gelombang, dan arus laut.
4. Proses geologi yang berasal dari dalam bumi yang mempengaruhi keadaan bentang alam di permukaan bumi daerah pantai, misalnya tenaga vulkanisme, diastrofisme, pelipatan, patahan, dan sebagainya.
5. Kegiatan gelombang, arus laut, pasang naik dan pasang surut, serta kegiatan organisme yang ada di laut.
Di Indonesia, pantai yang ada pada umumnya dialih fungsikan sebagai tempat wisata yang notabene dapat membantu tingkat pendapatan suatu wilayah. Apabila masyarakat mengetahui bahwa garis pantai bisa mengalami perubahan, maka akan muncul pemikiran-pemikiran agar pantai tersebut tetap bisa dinikmati keindahannya meskipun sudah mengalami perubahan.

A. PENGERTIAN DAERAH PANTAI
Berdasarkan tahap-tahap perkembangannya, karakteristik garis pantai dapat dibedakan menjadi beberapa pengertian, yaitu:
1. Pantai (Shore)Shore adalah daerah peralihan antara permukaan air tertinggi dan terendah.
Keterangan: a = permukaan air tertinggi
b = permukaan air terendah
c = shore (pantai)
2. Garis Pantai (Shoreline)
Shoreline adalah garis yang membatasi permukaan daratan dan permukaan air. Garis batas ini selalu berubah-ubah sesuai dengan permukaan air laut. Garis pantai tertinggi terjadi pada saat terjadi pasang naik setinggi-tingginya, sedangkan garis pantai terendah terjadi pada saat terjadi pasang surut serendah-rendahnya.
3. Pantai Depan (Foreshore)
Foreshore adalah daerah sempit yang terdapat pada pantai yang terletak di antara garis pasang naik tertinggi dengan garis pasang surut terendah.
4. Pantai Belakang (Backshore)
Backshore adalah bagian dari pantai yang terletak di antara pantai depan (foreshore) dengan garis batas laut tetap (coastline). Daerah ini hanya akan tergenang air apabila terjadi gelombang pasang yang besar. Dengan demikian daerah ini akan kering apabila tidak terjadi gelombang pasang yang intensitasnya besar. Bentang alam seperti ini biasanya terdapat pada daerah pantai yang terjal, misalnya di pantai selatan Pulau Jawa.
5. Pesisir (Coast) dan Garis Pesisir (Coastline)
Coast adalah daerah pantai yang tidak menentu dan cenderung meluas ke daratan. Sedangkan coastline adalah garis batas laut yang tetap dari pesisir. Daerah pesisir ini mempunyai kemiringan lereng yang landai dengan luas yang tidak begitu besar pada daerah tepi pantai yang sebagian besar merupakan daerah pantai terjal.
6. Endapan Pantai (Beaches)
Beaches merupakan endapan hasil kegiatan laut yang terdapat di pantai. Menurut tempat terjadinya, beaches ini dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:
a. Endapan bawah pantai depan (lower forest beach), merupakan jenis endapan yang terdapat di bagian bawah pantai depan. Endapan ini juga merupakan hasil dari kegiatan gelombang dan arus litoral.
b. Endapan atas pantai depan (upper foresher beach), merupakan jenis endapan pantai yang terdapat pada bagian atas pantai depan. Endapan pantai ini terbentuk karena hasil kegiatan gelombang.
c. Endapan pantai belakang (backshore beach), merupakan jenis endapan pantai yang terdapat pada pantai belakang yang sempit. Endapan pantai ini merupakan gabungan dari hasil kegiatan gelombang yang besar, aliran air dari gelombang pasang naik setinggi-tingginya, angin, serta aliran sungai yang membawa material batuan ke pantai belakang tersebut.
B. KLASIFIKASI PANTAI
Antara pantai yang satu dengan garis pantai yang lainnya mempunyai perbedaan. Perbedaan dari masing-masing jenis pantai tersebut umumnya disebabkan oleh kegiatan gelombang dan arus laut. Menurut Johnson, pantai dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
1. Pantai yang Tenggelam (Shoreline of submergence)
Shoreline of submergence merupakan jenis pantai yang terjadi apabila permukaan air mencapai atau menggenangi permukaan daratan yang mengalami penenggelaman. Disebut pantai tenggelam karena permukaan air berada jauh di bawah permukaan air yang sekarang. Untuk mengetahui apakah laut mengalami penenggelaman atau tidak dapat dilihat dari keadaan pantainya. Naik turunnya permukaan air laut selama periode glasial pada jaman pleistosin menyebabkan maju mundurnya permukaan air laut yang sangat besar. Selain itu, penenggelaman pantai juga bisa terjadi akibat penenggelaman daratan. Hal ini terjadi karena permukaan bumi pada daerah tertentu dapat mengalami pengangkatan atau penurunan yang juga dapat mempengaruhi keadaan permukaan air laut. Pengaruh ini sangat terlihat di daerah pantai dan pesisir.
Pada bentang lahan yang disebabkan oleh proses geomorfologi, pantai yang tenggelam dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Hal ini dapat dilihat dari bentuk pantai yang berbeda sebagai akibat dari pengaruh gelombang dan arus laut. Jenis-jenis pantai tersebut antara lain:

a. Lembah sungai yang tenggelam
Pada umumnya lembah sungai yang tenggelam ini disebut estuarium, sedangkan pantainya disebut pantai ria. Lembah sungai ini dapat mengalami penenggelaman yang disebabkan oleh pola aliran sungai serta komposisi dan struktur batuannya.

b. Fjords atau lembah glasial yang tenggelam
Fjords merupakan pantai curam yang berbentuk segitiga atau berbentuk corong. Fjords atau lembah glasial yang tenggelam ini terjadi akibat pengikisan es. Ciri khas dari bagian pantai yang tenggelam ini yaitu panjang, sempit, tebingnya terjal dan bertingkat-tingkat, lautnya dalam, dan kadang-kadang memiliki sisi yang landai. Pantai fjords ini terbentuk apabila daratan mengalami penurunan secara perlahan-lahan. Bentang lahan ini banyak terdapat di pantai laut di daerah lintang tinggi, dimana daerahnya mengalami pembekuan di musim dingin. Misalnya di Chili, Norwegia, Tanah Hijau, Alaska, dan sebagainya.
c. Bentuk pengendapan sungai
Bentuk pengendapan sungai dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu: (1) Delta, yaitu endapan sungai di pantai yang berbentuk segitiga dan cembung ke arah laut; (2) Dataran banjir, yaitu sungai yang terdapat di kanan dan kiri sungai yang terjadi setelah sungai mengalami banjir; (3) Kipas alluvial, yaitu bentuk pengendapan sungai seperti segitiga, biasanya terdapat di daerah pedalaman, dan ukurannya lebih kecil bila dibandingkan dengan delta, serta sungainya tidak bercabang-cabang.

d. Bentuk pengendapan glacial
Bentuk pengendapan ini disebabkan oleh proses pencairan es.
e. Bentuk permukaan hasil diastrofisme
Bentuk kenampakan ini dapat diilustrasikan sebagai fault scraps (bidang patahan), fault line scraps (bidang patahan yang sudah tidak asli), graben (terban), dan hocgbacks. Setelah mengalami penenggelaman, fault scraps, fault line scraps, dan dinding graben akan langsung menjadi pantai.
f. Bentuk permukaan hasil kegiatan gunung api
Jenis pantai yang disebabkan oleh kegiatan gunung api ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: (1) Merupakan hasil kegiatan kerucut vulkanis (mound), yang menyebabkan terbentuknya pantai yang cembung ke luar; (2) Merupakan hasil kegiatan aliran lava (lava flow), yang menyebabkan terbentuknya pantai yang cekung ke luar.
2. Pantai yang Terangkat (Shoreline of emergence)
Pantai ini terjadi akibat adanya pengangkatan daratan atau adanya penurunan permukaan air laut. Pengangkatan pantai ini dapat diketahui dari gejala-gejala yang terdapat di lapangan dengan sifat yang khas, yaitu:
a. Terdapatnya bagian atau lubang dataran gelombang yang terangkat.Di daerah ini banyak dijumpai teras-teras pantai (stacks), lengkungan tapak (arches), pantai terjal (cliffs), serta gua-gua pantai (caves).
b. Terdapatnya teras-teras gelombang
Teras gelombang ini terbentuk pada saat permukaan air mencapai tempat-tempat di mana teras tersebut berada. Teras-teras ini merupakan batas permukaan air.
c. Terdapatnya gisik (beaches)
Gisik yaitu tepian laut yang terdapat di atas permukaan air laut yang terjadi karena adanya pengangkatan dasar laut.
d. Terdapatnya laut terbuka
Laut terbuka ini terjadi karena adanya dasar laut yang terangkat.

e. Garis pantai yang lurus (straight shoreline)
Erosi gelombang dan pengendapannya pada laut dangkal cenderung menurunkan bentang lahan dan menyebabkan dasar laut dasar laut yang dangkal menjadi datar. Apabila dasar laut yang dangkal tersebut sekarang mengalami pengangkatan, maka garis pantai yang terbentuk akan kelihatan lurus.
3. Pantai yang Netral (Neutral shoreline)
Jenis pantai ini terjadi di luar proses penenggelaman dan pengangkatan, misalnya pantai yang terjadi pada delta, plain hanyutan, terumbu karang, gunung api, gumuk-gumuk pasir, dan jenis pantai yang merupakan hasil dari sesar (patahan).
4. Pantai Majemuk (Compound shorelines)
Jenis pantai ini terjadi sebagai gabungan dua atau lebih proses di atas. Berarti dalam suatu daerah bisa terjadi proses penenggelaman, pengangkatan, pengendapan, dan sebagainya.
C. TOPOGRAFI PANTAI
Erosi gelombang sangat mempengaruhi terjadinya garis pantai. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi gelombang, misalnya ukuran dan kekuatan gelombang, kemiringan lereng dan ketinggian garis pantainya, komposisi batuannya, kedalaman airnya, serta lamanya proses tersebut berlangsung.
Apabila gelombang di laut dalam menghempas pantai yang curam, maka sebagian besar air akan membalik kembali ke laut dan mengerosi lereng kliff tersebut dan naik dari permukaan air yang dangkal.
1. Kekuatan Gelombang
Gelombang pasang yang menghempas pantai merupakan penyebab pengikisan gelombang secara langsung. Bekas-bekas pengikisan gelombang tersebut menyebabkan semakin besarnya kekuatan gelombang.
2. Kenampakan Hasil Kerja Gelombang
Seperti halnya tenaga pengikis yang lain, tenaga gelombang juga dapat menyebabkan pengendapan selain menyebabkan pengikisan, sehingga di satu sisi menebabkan kerusakan pantai dan di sisi yang lain akan menyebabkan berkembang atau terbentuknya garis pantai.
Ada beberapa kenampakan bentang lahan hasil kegiatan gelombang, yaitu:
a. Goresan gelombang pantai
Bekas dari gelomang di pantai akan terlihat jelas apabila struktur batuan yang menyusun pantai tersebut tidak seragam. Batuan yang mudah tererosi akan lebih cepat terkikis bila dibandingkan dengan batuan yang resisten. Kenampakan ini banyak dijumpai pada pantai yang berusia tua.
b. Pantai curam (kliff) dan teras-teras pantai
Apabila dinding pantai kliff yang tersusun dari jenis batuan yang tidak tahan erosi dihantam gelombang yang cukup tinggi, maka batuan tersebut tidak hancur sekaligus. Sebagian material batuan akan menumpuk di bagian bawah dan dapat mempengaruhi kerja dari gelombang. Apabila tumpukan material tersebut mengalami pengikisan, maka tanah pantai kliff tersebut akan mengalami longsor (landslide) secara vertikal sehingga terbentuk teras-teras gelombang. Lebar teras gelombang itu sendiri tergantung pada faktor-faktor penyebab erosi gelombangnya. Semakin kuat gelombangnya, maka teras-teras gelombangnya akan bertambah lebar.
3. Kenampakan Hasil Pengendapan Gelombang
Kenampakan bentang lahan hasil pengendapan gelombang ada beberapa macam, yaitu:
a. Gisik (beach)
Gisik merupakan suatu bentuk pengendapan yang terjadi di pantai. Gisik terletak tinggi di atas pantai belakang atau pada posisi lainnya pada pantai depan. Kadang-kadang gisik ini terlihat seperti jembatan yang bertingkat-tingkat turun ke arah laut. Material pada gisik ini terdiri dari kerikil yang bulat-bulat, kerikil yang kasar (gravel), dan pasir.
b. Penampang gisik yang seimbang
Apabila dalam perkembangannya pantai yang tenggelam mencapai tingkatan gisik yang lebar dan memencarpada pantai depan, maka akan terjadi keseimbangan antara tenaga erosi dan pengangkutan yang berasal dari gelombang dari proses pengendapan arus bawah serta arus pantai yang lain. Apabila proses penyeimbangan ini terjadi, maka lereng akan terlihat bertingkat-tingkat sesuai dengan arah arus ke laut. Inilah penampang melintang pantai yang mengalami keseimbangan. Jenis pantai ini biasanya berbentuk cembung ke atas dan bertingkat-tingkat ke arah daratan.

c. Gisik puncak (cusped beaches)
Gisik puncak ini terbentuk akibat kegiatan gelombang. Pada sisi yang mengarah ke laut dari beberapa gisik terdapat endapan pasir, kerikil, atau batu-batu besar yang seragam. Di bagian bawah terdapat semacam bukit kecil yang merupakan puncak gisik yang berbentuk agak cembung.
d. Gosong pasir (offshore bars) atau penghalang (barrier)
Apabila dataran hasil kegiatan gelombang terbentuk cukup luas dan di daerah ini terjadi proses sedimentasi yang juga luas, maka gelombang badai yang cukup besar mampu memecah daratan dan akan membentuk semacam jembatan yang arahnya sejajar dengan garis pantainya. Endapan yang terlihat seperti jembatan ini disebut penghalang (barrier), ambang (bar), atau gosong pasir (offshore bars).
4. Kenampakan Hasil Arus Litoral
Arus litoral bekerja secara langsung pada permukaan tanah, terutama pada tanah atau batuan yang lunak dan tidak kompak akan menjadi tenaga pengikis yang sangat hebat. Hasil dari pengikisan ini akan diendapkan pada dasar air yang dalam dan hanya sebagian saja yang ikut terbawa oleh arus. Adapun beberapa bentukan hasil kegiatan arus litoral yaitu:
a. Ujung atau semenanjung (spits)
Arus litoral yang mencapai permukaan air yang dalam akan kehilangan tenaga angkutnya sehingga hasil pengikisan yang dibawa akan diendapkan. Apabila material yang dibawa arus laut semakin banyak, maka tanggulnya (embankment) akan tumbuh semakin panjang, lebar, dan tinggi. Apabila bagian luar tanggul ini tererosi oleh gelombang, maka material di sepanjang lerengnya akan hanyut dan akan membentuk endapan di atas permukaan air. Apabila material yang diendapkan jumlahnya cukup banyak, maka pertumbuhan tanggul ini akan mengarah ke laut dalam. Pengendapan material batuan di laut dalam yang berasal dari pulau atau permukaan tanah atau daratan yang tinggi ini disebut semenanjung (spits). Bentukan yang normal dari semenanjung ini sedikit cembung ke arah laut.
b. Ambang yang bersambungan (connecting bars)
Ambang yang bersambung (connecting bars) ini terbentuk apabila terdapat semenanjung yang terbentuk pada air yang bergerak cepat yang menghubungkan pulau-pulau atau tanjung-tanjung. Kadang-kadang juga digunakan istilah ambang teluk (baybars), yaitu ambang yang terdapat pada tanjung dan melintang di mulut teluk tersebut. Sedangkan tombolo menunjukkan ambang yang terangkat bersamaan dengan pulau-pulau yang mengalami pengangkatan.

c. Semenanjung yang membengkok (hook atau recuryed spits)
Apabila di laut sering terjadi gelombang badai, maka akan terjadi endapan baru. Dan apabila pertumbuhan tersebut mengarah ke daratan, seperti kelihatan menjadi lebih atau kurang tetap, maka akan membentuk semenanjung yang membengkok (hook atau recurved spits).
d. Putaran (loops)
Kondisi yang berlawanan dengan terbentuknya semenanjung bengkok, maka akan terbentuk kenampakan putaran (loops). Apabila arus litoral yang membentuk semenanjung bengkok menyebabkan bentukan yang mengarah atau menjorok ke laut, naka bentukan kenampakan putaran ini menjorok ke arah daratan.

D. DAUR PERKEMBANGAN GARIS PANTAI
1. Daur Perkembangan Garis Pantai yang Tenggelam
Daur perkembangan garis pantai yang tenggelam ini dapat dipengaruhi oleh erosi sungai. Gangguan yang terjadi di kulit bumi dan topografi di sekitar garis pantai dapat mengalami perkembangan besar. Hal ini tergantung dari keadaan batuannya, bentuk pantainya, kekuatan gelombang dan arus lautnya, serta tingkat perkembangan atau stadium pantainya.
Stadium atau tingkatan perkembangan garis pantai yang tenggelam itu sendiri dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
a. Stadium dini atau awal (initial stage)
Pada tingkatan permulaan ini, keadaan garis pantai sangat tidak teratur. Teluk-teluknya dalam dan dipisahkan oleh daratan.
b. Stadium muda (youthful stage)
Keadaan pantai pada stadium ini sama tidak teraturnya dengan keadaan pantai pada stadium dini. Gelombang akan menjalar dari suatu tempat ke tempat lain di sepanjang garis pantainya dan mengikuti keadaan litologis atau struktur batuannya.
Pada stadium muda awal (early youth) ditandai dengan terdapatnya pantai curam (cliff) yang sangat terjal, teras-teras gelombang yang sempit di kaki pantai cliff tersebut, serta endapan pasir. Sedangkan pada stadium muda akhir (late youth) ditandai dengan terdapatnya gisik yang makin mengecil ke arah pantai dan jenis endapan berada di tempat yang dalam airnya.
Gejala lain dari stadium ini yaitu terbentuknya lagoon yang terbentuk di belakang dari ambang yang bersambungan dan gosong pasir. Lagoon atau launa atau tasik itu sendiri yaitu laut kecil yang umumnya terdapat di tepi pantai dan bentuknya memanjang di sepanjang pantai tersebut dan terpisah dari laut oleh daratan yang sempit.
c. Stadium dewasa (mature stage)
Pada stadium ini perkembangan pantai yang tenggelam dengan kenampakan topografinya yang khas sudah banyak yang hilang. Pulau kecil, semenanjung, ambang yang bersambung, dan sebagainya dapat hilang atau berpindah tempat karena pengaruh erosi gelombang. Selain itu pada stadium ini, pantai cliff akan mengalami pelapukan yang hebat karena pengaruh cuaca dan kemiringan lerengnya semakin landai. Demikian juga dengan ketinggian dinding pantai di sekitar teluk yang menjadi semakin rendah karena pengaruh angin dan sungai. Arus litoral pada stadium ini dapat menyapu hasil-hasil endapan pantai pada jarak yang sangat jauh.
d. Stadium tua (old stage)
Karena pengaruh waktu, perkembangan garis pantai akhirnay mencapai usia tua. Hal ini ditandai oleh semakin melemahnya tenaga erosi yang berasal dari daratan mendekati permukaan air laut, sehingga material yang dibawa oleh gelombang dan arus laut banyak diendapkan di sepanjang garis pantai tersebut. Bentang lahan di daerah ini kelihatan sangat landai sekali dan merupakan dataran pantai dengan sudut kemiringan lerengnya sangat rendah atau kecil.

2. Daur Perkembangan Garis Pantai yang Terangkat
Perkembangan garis pantai yang terangkat dapat dipengaruhi oleh kegiatan gelombang, arus litoral, dan arus pasang surut. Selain itu, erosi sungai juga dapat mempengaruhi perkembangan garis pantai yang terangkat tersebut.
Sebelum terangkat, sungai dapat mengerosi daratan hingga cukup dalam dan menyebabkan terbentuknya lembah dalam stadium muda hingga stadium dewasa. Selama dan sepanjang pengangkatan, sungai tersebut mulai melakukan pengerosian pada lembah baru yang terbentuk di sepanjang dataran yang terangkat tersebut. Oleh karena itu, lembah sungai yang tua sampai yang muda dapat terdapat bersama-sama di dekat laut.
Pantai yang terangkat ini dapat dibedakan lagi menjadi beberapa stadium atau tingkatan, yaitu:
a. Stadium dini atau awal (initial stage)
Bentuk garis pantai yang asli ini seolah-olah merupakan dataran pantai laut yang terangkat secara langsung, teratur, dan berjalan secara perlahan-lahan. Dengan demikian, kemiringannya ke arah laut sangat kecil sekali atau landai. Kadang-kadang daerah ini merupakan daerah pasang surut yang tergenang sewaktu terjadi pasang naik dan menjadi kering kembali setelah berlangsungnya pasang surut. Di belakang daerah ini pada umumnya terdapat dataran pantai yang datar dan rata.

Beberapa kenampakan yang terdapat pada pantai pada stadium ini diantaranya adalah:
1. Nip
Nip merupakan pantai kliff yang tidak seberapa curam. Hal ini disebabkan karena adanya kegiatan gelombang pada pantai yang sedang mengalami pengangkatan.
2. Gosong lepas pantai (offshore bar)
Apabila permukaan pantai yang datar ini agak jauh tenggelam ke arah laut, maka apabila terjadi gelombang yang cukup kuat akan memecah agak jauh dari pantai. Sekembalinya ke laut, gelombang ini akan pecah dan mengangkut material lepas yang terdapat di dasar air laut tersebut. Kadang-kadang pengangkutan material lepas tersebut dapat berasal dari arah daratan karena naiknya gelombang yang cukup kuat. Proses ini kemudian membentuk gosong lepas pantai yang agak kasar dan sejajar dengan garis pantai.
b. Stadium muda (youthful stage)
Pada stadium ini, gosong lepas pantai dan pantai nip atau pantai rusak yang asli terdiri dari bagian dalam dan luar yang keduanya merupakan hasil pengikisan air.
Beberapa kenampakan yang dijumpai dalam stadium ini adalah:
1. Tasik (lagoon)
Tasik merupakan laut kecil yang terdapat di antara garis pantai dan gosong lepas pantai. Apabila sungai yang bermuara di laut banyak mengangkut material batuan dari daratan, maka tasik tersebut akan tertutup oleh material endapan tersebut, sehingga akhirnya akan bersatu dengan pantai. Proses ini dibantu oleh kegiatan pasang-surut dan gelombang. Selain itu proses ini dapat juga dibantu oleh angin yang membawa endapan gumuk-gumuk pasir sehingga dapat menutupi tasik tersebut. Di Indonesia gejala-gejala seperti ini banyak dijumpai di pantai selatan Parangtritis Yogyakarta.
2. Teluk pasang-surut (tidal inlet)
Tidal inlet merupakan teluk kecil yang terbentuk akibat kegiatan pasang-surut. Pada saat terbentuknya gosong lepas pantai, ketinggiannya sangat bervariasi. Aliran air akibat pasang-surut tersebut akan melalui tempat-tempat yang rendah. Apabila aliran air pasang-surut tersebut sama atau melebihi kekuatan gelombang, maka tempat-tempat yang lebih rendah akan terbuka. Bekas-bekas atau tempat-tempat yang terbuka inilah yang disebut teluk pasang-surut atau tidal inlet.
3. Gosong lepas pantai yang berpindah-pindah
Jika gosong lepas pantai ini telah mencapai ukuran tertentu, maka akan menjadi sasaran yang baik dalam pengikisan gelombang yang cukup kuat. Pada mulanya akan terbentuk pengendapan baik ke daerah laut maupun ke arah daratan dari datangnya gelombang. Erosi pada sisi luar dari ambang kemungkinannya membawa dasar laut ke dasar gelombang (wave base).
Dasar gelombang atau wave base merupakan kedalaman air dimana pengaruh atau kekuatan gelombang sudah tidak terjadi lagi. Apabila ambang berpindah-pindah ke arah daratan akan semakin kecil dan beberapa bagian yang masih asliakan terangkut oleh arus bawah. Sebagian lagi dihanyutkan oleh gelombang ke arah pantai. Demikian juga dengan tasik, tasik yang terdapat di belakang ambang semakin menyempit karena tergali dari dalam dan dihapuskan.
c. Stadium dewasa ( mature stage)
Pada stadium ini, perkembangan garis pantai yang mengalami pengangkatan, tasik, rawa-rawa, teluk pasang-surut, pantai kliff yang tidak terlalu curam, serta gosong pantai telah banyak mengalami pengrusakan. Dalam keadaan asli, lereng yang landai serta dataran rendah yang lembek dapat tererosi ke bawah hingga ke dasar gelombang dan pada air dalam merupakan tenaga perusak yang sangat kuat ke arah pantai atau pantai kliff yang landai.
d. Stadium tua (old stage)
Secara teoritis, kenampakan pantai yang terangkat pada stadium ini sama dengan stadium dewasa. Garis pantai akan selalu terus mundur sebelum pengikisan gelombang. Hasil pembuangan atau pengikisan dari daratan akan segera diangkut oleh arus air dan diendapkan pada dasar laut yang dalam.
E. PROSES TERBENTUKNYA PANTAI
Tenaga yang mempengaruhi proses pembentukan pantai, baik secara langsung maupun tidak langsung ada beberapa macam, yaitu gelombang laut, arus litoral, pasang naik dan pasang surut, tenaga es, dan kegiatan organisme laut.
1. Gelombang Air Laut
Gelombang dapat terjadi dengan beberapa cara, misalnya longsoran tanah laut, batu yang jatuh dari pantai curam, perahu atau kapal yang sedang lewat, gempa bumi di dasar laut, dan lain sebagainya. Diantaranya adalah gelombang yang disebabkan oleh angin. Angin akan berhembus dengan kencang apabila terjadi ketidakseimbangan tekanan udara. Karena tekanan yang tidak sama di permukaan air itulah yang menyebabkan permukaan air berombak. Adanya gelombang ini sangat penting dalam perkembangan garis pantai.
2. Arus Litoral
Selain gelombang air laut, arus litoral juga merupakan tenaga air yang sangat penting pengaruhnya dalam pembentuka garis pantai. Pengaruh arus litoral terhadap perkembangan garis pantai dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tekanan atau kekuatan angin, kekuatan gelombang laut, kedalaman air, dan bentuk pantainya. Apabila bentuk pantainya landai dan proses pengendapannya cukup besar, maka arus litoral mempunyai pengaruh yang sangat penting sebagai tenaga pengangkut. Pada daerah pantai yang tersusun dari batuan yang tidak kompak, proses erosi akan bekerja sangat intensif. Jika hasil pengendapan terangkut dari permukaan air yang dangkal menuju permukaan air yang lebih dalam, maka arus litoral merupakan tenaga yang sangat efektif dalam proses pengendapan di pantai.
3. Pasang Naik dan Pasang Surut
Pengaruh pasang-surut yang terpenting terhadap pembentukan pantai adalah naik-turunnya permukaan air laut dan kekuatan gelombangnya. Apabila gelombang besar terjadi pada saat pasang naik akan merupakan tenaga perusak yang sangat hebat di pantai. Arus air yang ditimbulkan oleh pasang naik dan pasang surut akan bergerak melalui permukaan terbuka dan sempit serta merupakan tenaga pengangkut endapan daratan yang sangat intensif.
4. Tenaga Es
Pengaruh tenaga es yang terpenting yaitu adanya pengkerutan es dan pemecahan atau pencairan es. Air yang berasal dari bawah akan naik dan mengisi celah-celah dan akhirnya akan membeku. Apabila terjadi perubahan iklim, maka es akan mencair sehingga permukaan airnya akan bertambah besar.
5. Organisme
Jenis binatang laut yang sangat penting dalam proses pembentukan garis pantai beserta perubahannya salah satunya yaitu binatang karang. Binatang karang yang paling banyak membentuk batuan karang ialah golongan polyps. Polyps merupakan jenis binatang karang yang sangat kecil yang hidup dengan subur pada air laut yang memiliki kedalaman antara 35-45 meter.
Jenis makhluk hidup lain yang berpengaruh pada perkembangan pantai ialah tumbuh-tumbuhan ganggang (algae). Ganggang merupakan jenis mikro flora yang dapat membantu pengendapan dari larutan yang mengandung kalsium karbonat menjadi endapan kapur.


PENGERTIAN LAHAN


Lahan memiliki beberapa pengertian baik dari FAO maupun pendapat para ahli . menurut Purwowidodo (1983) lahan mempunyai pengertian : "suatu lingkungan fisik yang mencakup iklim,relief tanah,hidrologi dan tumbuhan yang sampai batas tertentu akan memperngaruhi kemampuan penggunaan lahan".

lahan juga diartikan sebagai permukaan daratan dengan  benda benda padat,cair,bahkan gas " (Rafi'i,1985)  Defenisi lain juga di kemukanan oleh Arsyad (1989) yaitu:
Lahan di artikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas relief, iklim, tanah, air, dan vegetasi serta benda diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan, termasuk di dalamnya hasil kegiatan manusia di masa lalu dan sekarang seperti hasil reklamasi laut, pembersihan vegetasi dan juga hasil yang merugikan seperti yang tersalinasi. 

Menurut FAO (1995), lahan memiliki banyak fungsi yaitu:
 Fungsi produksi
Sebagai basis bagi berbagai system penunjang kehidupan, melalui produksi biomassa yang menyediakan makanan, pakan ternak, serat, bahan baker kayu dan bahan-bahan biotic lainnya bagi manusia, baik secara langsung maupun melalui binatang ternak termasuk budidaya kolam dan tambak ikan.
 Fungsi lingkungan biotik
Lahan merupakan basis bagi keragaman daratan (terrestrial) yang menyediakan habitat biologi dan plasma nuftah bagi tumbuhan, hewan dan jasad-mikro di atas dan di bawah permukaan tanah.
 Fungsi pengaturan iklim
Lahan dan penggunaannya merupakan sumber (source) dan (sink) gas rumah kaca dan menentukan neraca energi global berupa pantulan, serapan dan transformasi dari energi radasi matahari dan daur hidrologi global.
 Fungsi hidrologi
Lahan mengatur simpanan dan aliran sumber daya air tanah dan air permukaan serta memengaruhi kualitasnya.
 Fungsi penyimpanan
Lahan merupakan gudang (sumber) berbagai bahan mentah dan mineral untuk dimanfaatkan oleh manusia.
 Fungsi pengendah sampah dan polusi
Lahan berfungsi sebagai penerima, penyaring, penyangga dan pengubah senyawa-senyawa berbahaya.
 Fungsi ruang kehidupan
Lahan menyediakan sarana fisik untuk tempat tinggal manusia, industri dan aktivitas sosial seperti olahraga dan rekreasi.
 Fungsi peninggalan dan penyimpanan
Lahan merupakan media untuk menyimpan dan melindungi benda-benda bersejarah dan sebagai suatu sumber informasi tentang kondisi iklim dan penggunaan lahan masa lalu.
 Fungsi penghubung spasial
Lahan menyediakan ruang untuk transportasi manusia, masukan dan produksi serta untuk pemindahan tumbuhan dan binatang antara daerah terpencil dari suatu ekosistem alami (FAO dalam Rayes 2007:2).



Sifat-sifat Lahan
Sebagai mana yang di ungkapkan oleh Arsyad (1989), pengertian sifat lahan yaitu atribut antara keadaan unsur-unsur lahan yang dapat di ukur atau di perkirakan, seperti tekstur serta strukur pada tanah, jumlah curah hujan, distribusi curah hujan, temperatur, drainase, jenis vegetasi dan sebagainya. Sifat lahan merupakan suatu penciri dari segala sesuatu yang terdapat di lahan tersebut yang merupakan pembeda dari suatu lahan yang lainnya.
Sifat lahan menunjukan bagaimana kemungkinan penampilan lahan jika digunakan untuk suatu penggunaan lahan. Sifat lahan menentukan atau mempengaruhi keadaan yaitu ketersediaan air, peredaran udara, perkembangan akan kepekaan erosi, ketersediaan unsur hara, dan sebagainya. Perilaku lahan yang menentukan pertumbuhan tersebut disebut Kualitas Lahan.


Sifat-sifat lahan terdiri dari beberapa bagian yaitu karakteristik lahan, kualitas lahan, pembatas lahan, persyaratan penggunaan lahan dan perbaikan lahan (Arsyad, 1989).


Penggunaan Lahan 

Penggunaan lahan oleh masyarakat pada suatu wilayah merupakan pencerminan dari kegiatan manusia pada wilayah yang mendukungnya. Perubahan dalam penggunaan lahan mencerminkan aktivitas yang dinamis dari masyarakat sehingga semakin cepat pula perubahan dalam penggunaan lahan. Hal ini berarti pola penggunaan lahan di suatu daerah dapat menggambarkan kehidupan ekonomi dari daerah yang bersangkutan dan sekaligus dapat digunakan sebagai indikator pencemaran lingkungan.

Kualitas penggunaan lahan pada suatu tempat sangat tergantung kepada kombinasi penggunaan dengan keterbatasan fisik dari wilayah. Dalam pengelolaan DAS, upaya pengelolaan tanah harus sesuai dengan tingkat kemampuannya dan terhindari dari kerusakan (erosi) dengan mengatur penggunaan lahan sehingga terwujud penggunaan lahan yang optimal. 

Penggunaan lahan di suatu wilayah sangat dinamis mengikuti jumlah dan profesi penduduk serta waktu (Sandy, 1982). Di Indonesia dikembangkan konsep persediaan tanah berdasarkan ketinggian di atas permukaan laut.


Kemampuan Lahan
Kemampuan lahan (land capability) adalah pengelompokkan lahan berdasarkan kemampuannya untuk tujuan penggunaan tertentu. Istilah kemampuan lahan biasa digunakan dalam sistem USDA, dimana didalam sistem ini satuan peta tanah dikelompokkan terutama atas dasar kemampuannya (capability) untuk memproduksi tanaman-tanaman pertanian dan rumput makanan ternak, tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka waktu panjang.
Dalam tingkat kelas, kemampuan lahan menunjukkan kesamaan besarnya factor-faktor penghambat. Berikut ini merupakan tingkat kelas dalam kemampuan lahan, yaitu :
a. Kelas I
Lahan kelas I sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian tanpa memerlukan tindakan pengawetan tanah yang khusus. Lahannya datar, solumnya dalam, bertekstur agak halus atau sedang, drainase baik, mudah diolah, dan responsif terhadap pemupukan. Lahan kelas I tidak mempunyai penghambat atau ancaman kerusakan, sehingga dapat digarap untuk usaha tani tanaman semusim dengan aman. Tindakan pemupukan dan usaha-usaha pemeliharaan struktur tanah yang baik diperlukan guna menjaga kesuburan dan mempertinggi produktivitas.
b. Kelas II
Lahan kelas II mempunyai beberapa penghambat yang dapat mengurangi pilihan jenis tanaman yang diusahakan atau memerlukan usaha pengawetan tanah yang tingkatnya sedang, seperti pengolahan menurut kontur. Factor penghambat lahan kelas II adalah salah satu atau kombinasi dari sifat-sifat berikut: (1) lereng melandai (gentle slope), (2) kepekaan erosi atau erosi yang telah terjadi adalah sedang, (3) kedalaman tanah agak kurang ideal, (4) struktur tanah agak kurang baik, (5) sedikit gangguan salinitas atau Na tetapi mudah diperbaiki, (6) kadang-kadang tergenang atau banjir, (7) drainase yang buruk (wetness) yang mudah diperbaiki dengan saluran drainase, dan (8) iklim sedikit menghambat.
c. Kelas III
Lahan kelas III mempunyai penghambat yang agak berat, yang mengurangi pilihan jenis tanaman yang dapat diusahakan, atau memerlukan usaha pengawetan tanah yang khusus, atau kedua-duanya. Tindakan pengawetan tanah yang perlu dilakukan antara lain adalah penanaman dalam strip, pembuatan teras, pergiliran tanaman dengan tanaman penutup tanah dengan waktu untuk tanaman tersebut lebih lama, disamping usaha-usaha untuk memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah. Factor penghambat kelas III adalah salah satu atau kombinasi dari sifat-sifat berikut: (1) lereng agak curam, (2) kepekaan erosi agak tinggi atau yang telah terjadi cukup berat, (3) tergenang banjir, (4) permeabilitas sangat lambat, (5) masih sering tergenang meskipun drainase telah diperbaiki, (6) dangkal, (7) daya menahan air rendah, (8) kesuburan tanah rendah dan tidak mudah diperbaiki, (9) salinitas kandungan Na sedang, dan (10) penghambat iklim sedang.
Tanah yang berdrainase agak buruk dengan permeabilitas lambat perlu perbaikan drainase. Perlu pemilihan pola tanam yang dapat memperbaiki struktur tanah sehingga menjadi mudah diolah. Untuk mencegah pelumpuran dan disamping tidak mengolah tanah pada waktu basah.
d. Kelas IV
Lahan kelas IV mempunyai penghambat yang berat yang membatasi pilihan tanaman yang dapat diusahakan, memerlukan pengelolaan yang sangat berhati-hati, atau kedua-duanya. Penggunaan lahan kelas IV sangat terbatas karena salah satu atau kombinasi dari penghambat berikut: (1) lereng curam, (2) kepekaan erosi besar, (3) erosi yang telah terjadi berat, (4) tanah dangkal, (5) daya menahan air rendah, (6) sering tergenang banjir yang menimbulkan kerusakan berat pada tanaman, (7) drainase terhambat dan masih sering tergenang meskipun telah dibuat saluran drainase, (8) salinitas atau kandungan Na agak tinggi, dan (9) penghambat iklim sedang.
Pada lahan yang berlereng curam, bila digunakan untuk tanaman semusim diperlukan pembuatan teras atau pergiliran dengan tanaman penutup tanah atau makanan ternak atau pupuk hijau selama 3 sampai 5 tahun. Untuk tanah yang berdrainase buruk, perlu membuat saluran-saluran drainase.
e. Kelas V
Lahan kelas V mempunyai sedikit atau tanpa bahaya erosi, tetapi mempunyai penghambat lain yang praktis sukar dihilangkan, sehingga dapat membatasi penggunaan lahan ini. Akibatnya, lahan ini hanya cocok untuk tanaman rumput ternak secara permanen atau dihutankan. Lahan ini datar, akan tetapi mempunyai salah satu atau kombinasi dari sifat-sifat berikut: (1) drainase yang sangat buruk atau terhambat, (2) sering kebanjiran, (3) berbatu-batu, dan (4) penghambat iklim cukup besar.
Sebagai contoh lahan kelas V ini adalah: (a) lahan di lembah-lembah yang sering kebanjiran sehingga tanaman tidak dapat berproduksi secara normal, (b) lahan datar denga musim tumbuh yang pendek, (c) lahan datar yang berbatu, dan (d) daerah yang tergenang yang tidak cocok untuk tanaman pertanian tetapi cocok untuk rumput atau pohon-pohonan.
f. Kelas VI
Lahan kelas VI mempunyai penghambat yang sangat berat sehingga tidak sesuai untuk pertanian dan hanya sesuai untuk tanaman rumput ternak atau dihutankan. Penggunaan untuk padang rumput harus dijaga agar rumputnya selalu menutup dengan baik. Baik dihutankan, penebangan kayu harus selektif. Bila dipaksakan untuk tanaman semusim, harus dibuat teras bangku. Lahan ini mempunyai penghambat yang sulit sekali diperbaiki, yaitu salah satu atau lebih sifat-sifat berikut: (1) lereng sangat curam, (2) bahaya erosi atau erosi yang telah terjadi sangat berat, (3) berbatu-batu, (4) dangkal, (5) drainase sangat buruk atau tergenang, (6) daya menahan air rendah, (7) salinitas atau kandungan Na tinggi, dan (8) penghambat iklim besar.
g. Kelas VII
Lahan kelas VII sama sekali tidak sesuai untuk usaha tani tanaman semusim dan hanya sesuai untuk padang penggembalaan atau dihutankan. Factor penghambatnya lebih besar dari kelas VI, yaitu salah satu atau kombinasi sifat-sifat berikut: (1) lereng terjal, (2) erosi sangat berat, (3) tanah dangkal, (4) berbatu-batu, (5) drainase terhambat, (6) salinitas atau kandungan Na sangat tinggi, dan (7) iklim sangat menghambat.
h. Kelas VIII
Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk produksi pertanian, dan harus dibiarkan dalam keadaan alami atau dibawah vegetasi hutan. Lahan ini dapat digunakan untuk daerah rekreasi cagar alam atu hutan lindung. Penghambat yang tidak dapat diperbaiki lagi dari lahan ini adalah salah satu atau lebih sifat berikut: (1) erosi atau bahaya erosi sangat berat, (2) iklim sangat buruk, (3) tanah selalu tergenang, (4) berbatu-berbatu, (5) kapasitas menahan air sangat rendah, (6) salinitasnya atau kandungan Na sangat tinggi, dan (7) sangat terjal.
Bad-land, batuan singkapan, pasir pantai, bekas-bekas pertambangan, dan lahan yang hamper gundul termasuk dalam kelas ini.





Penggunaan Lahan


Lahan merupakan material dasar dari suatu lingkungan (situs) yang diartikan berkaitan dengan sejumlah karakteristik alami yaitu iklim, geologi, tanah, tofografi, hidrografi, hidrologi, dan biologi.
Penggunaan Lahan merupakan aktivitas manusia pada dan dalam kaitannyadengan lahan, yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra. Penggunaan lahan telah dikaji dari beberapa sudut pandang yang berlainan, sehingga tidak ada satu defenisi yang benar-benar tepat di dalam keseluruhan konteks yang berbeda. Hal ini mungkin, misalnya melihat penggunaan lahan dari sudut pandang kemampuan lahan dengan jalan mengevaluasi lahan dalam hubungannya dengan bermacam-macam karakteristik alami yang disebutkan diatas. Penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu, misalnya permukiman, perkotaan dan persawahan. Penggunaan lahan juga merupakan pemanfaatan lahan dan lingkungan alam untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam penyelenggaraan kehidupannya. Pengertian penggunaan lahan biasanya digunakan untuk mengacu pemanfaatan masa kini (present or current land use). Oleh karena aktivitas manusia di bumi bersifat dinamis, maka perhatian sering ditujukan pada perubahan penggunaan lahan baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Penutup lahan yang menggambarkan Konstrukasi vegetasi dan buatan  yang menutup permukaan lahan. Konstruksi tersebut seluruhnya tampak secara langsung dari citra penginderaan jauh. Tiga kelas data secara umum yang tercakup dalam penutup lahan: (1) struktur fisik yang dbangun oleh manusia, (2) fenomena biotik seperti vegetasi alami, tanah pertanian dan kehidupan binatang, (3) tife pembangunan. Jadi, berdasrkan pada pengamatan penutup lahan, diharapkan untuk dapat menduga kegiatan manusia dan penggunaan lahan. Namun, ada aktivitas manusia yang tidak dihubungkan secara langsungdengan tife penutup lahan seperti aktivitas rekreasi. Masalah-masalah lain termasuk penggunaan ganda yang dapat menjadi secara multan atau terjadi secara alternatif, penyusunan penggunaan vertika, dan ukuran areal minimum dari pemetaan. Selanjutnya, pemetaan penggunaan lahan dan penutup lahan membuat beberapa keputusan bijak harus dibuat dan peta hasil tidak dapat dihindari mengandung beberapa informasi yang digeneralisasikan menurut skala dan tujuan aplikasinya. (Sutanto, 1996)
Informasi penggunaan lahan adalah penutup lahan permukaan bumi dan penggunaan penutup lahan tersebut pada suatu daerah. Informasi penggunaan lahan berbeda dengan informasi penutup lahan yang dapat dikenali secara langsung dari citra satelit penginderaan jauh. Sementara informasi penggunaan lahan  merupakan hasil kegiatan manusia dalam suatu lahan atau penggunaan lahan atau fungsi lahan, sehingga tidak selalu dapat ditaksir secara langsung dari citra penginderaan jauh, namun secara tidak langsung dapat dikenali dari asosiasi penutup lahannya (Purwadhi, 1999). Contohnya kegiatan rekreasi tidak dapat secara langsung dikenali dari citra satelit penginderaan jauh. Kegiatan berburu merupakan rekreasi yang dapat dilakukan di hutan, di daerah penggembalaan, di daerah pertanian, baik lahan basah maupun lahan kering. Oleh karena itu, informasi lengkap untuk menentukan penggunaan lahan seperti rekreasi, daerah konservasi air, perlindungan perburuan, diperlukan sumber informasi tambahan. Informasi tambahan juga diperlukan dalam pengenalan batas abstrak (batas administrasi, batas rekreasi, batas operasional pelabuhan) suatu daerah tidak terlihat pada citra.

EVALUASI LAHAN
1.       Menjelaskan hakekat eavaluasi lahan
Pada dasarnya evaluasi sumber daya lahan membutuhkan keterangan-keterangan yang menyangkut tiga aspek  utama  yaitu : lahan, penggunaan lahan, dan aspek ekonomi.
Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaan (perfomance) lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei dan studi bentuklahan, tanah, vegetasi, iklim, dan aspek lahan lainnya, agar dapat mengidentifikasi, dan membuat perbandingan berbagai penggunaan lahan yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976 dalam Arsyad, 1989).

2.       Menjelaskan pentingnya evaluasi lahan
Evaluasi sumber daya lahan berfungsi untuk memberikan pengertian tentang hubungan- hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya serta memberikan kepada perencana berbagai perbandingan dan alternatif pilihan penggunaan yang dapat diharapkan berhasil (Sitorus, 1995).

3.       Menjelaskan pendekatan dalam evaluasi lahan
Ada dua pendekatan yang digunakan dalam evaluasi lahan yaitu :
a.        Evaluasi kualitatif yaitu evaluasi yang dilaksanakan dengan cara mengelompokkan lahan ke dalam beberapa kategori berdasarkan perbandingan relatif kualitas lahan tanpa melakukan secara terperinci dan tepat biaya dan pendapatan bagi penggunaan lahan tersebut, dan
b.       Evaluasi kuantitatif yaitu evaluasi lahan dinyatakan dalam term ekonomi berupa masukan (input) dan keluaran (output). Pendekatan evaluasi lahan di dalam penelitian ini adalah evaluasi secara kualitatif (Arsyad, 1989).

Topik: Batasan dan Ruang Lingkup Evaluasi Lahan

1.       Menjelaskan Batasan Evaluasi Lahan
Lahan merupakan lingkungan yang komplek dimana terdiri dari iklim, relief, tanah, hidrologi, vegetasi, dan semua mahluk hidup yang berperan dalam penggunaannya. Oleh sebab itu evaluasi lahan merupakan penilaian terhadap keragaan (performance) dari lahan untuk berbagai tujuan penggunaan yang spesifik (FAO, 1976 dalam Hakim,2002).

2.       Menjelaskan Ruang Lingkup Evaluasi Lahan
Lahan merupakan bagian dari bentang alam yang mencakup pengertian lingkungan fisik temasuk iklim, topografi, hidrologi bahkan keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Lahan dalam arti yang lebih luas termasuk yang telah diolah oleh aktivitas manusia baik masa lalu maupun masa kini (Arsyad, 1989). Evaluasi lahan adalah proses penilaian,  penampilan atau keragaan (perfomance) lahan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei dan studi bentuklahan, tanah, vegetasi, iklim dan aspek lahan lainnya agar dapat mengidentifikasi dan mengadakan perbandingan berbagai penggunaan lahan yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976  dalam Arsyad, 1989).

3.       Menjelaskan Tujuan Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan bertujuan untuk mengetahui potensi atau nilai dari suatu areal untuk penggunaan tertentu yang memberikan harapan positif. Evaluasi tidak terbatas hanya pada penilaian karakteristik lingkungan, tetapi mencakup analisis-analisis ekonomi, social, dan dampak lingkungan (Worosuprodjo, S, 1997). Evaluasi lahan merupakan penghubung antara berbagai aspek kualitas fisik, biologi, dan teknologi penggunaan lahan dengan tujuan sosial ekonominya (Jamulya, Yunianto, 1993).

4.       Menjelaskan Manfaat Evaluasi Lahan
membantu kepentingan upaya pemanfaatan lahan secara optimal disertai dengan tindakan konservasi agar tidak terjadi kerusakan pada lahan yang pada akhirnya akan diperoleh hasil yang optimal dan lestari.

5.       Menjelaskan Pendekatan Evaluasi Lahan
Ada dua pendekatan yang digunakan dalam evaluasi lahan yaitu :
a.        Evaluasi kualitatif yaitu evaluasi yang dilaksanakan dengan cara mengelompokkan lahan ke dalam beberapa kategori berdasarkan perbandingan relatif kualitas lahan tanpa melakukan secara terperinci dan tepat biaya dan pendapatan bagi penggunaan lahan tersebut, dan
b.       evaluasi kuantitatif yaitu evaluasi lahan dinyatakan dalam term ekonomi berupa masukan (input) dan keluaran (output). Pendekatan evaluasi lahan di dalam penelitian ini adalah evaluasi secara kualitatif (Arsyad, 1989).

6.       Menjelaskan Penyajian Hasil Evaluasi Lahan
Penyajian hasil evaluasi lahan dibedakan:
a.        Evaluasi lahan secara kualitatif; yakni hasil evaluasi lahan dinyatakan secara kualitatif tanpa merinci tentang besar produksi, masukan, ataupun keuntungan bersih.
b.       Evaluasi lahan secara kuantitatif; yakni hasil evaluasi lahan dinyatakan dalam angka, sehingga dapat membandingkan beberapa tipe penggunaan lahan. Evaluasi lahan kuantitatif dibedakan dalam kuantitatif fisik dan ekonomi.

7.       Menjelaskan Tipe Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan digolongkan ke dalam dua kelompok besar yaitu : penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian secara garis besar dibedakan ke dalam penggunaan lahan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di lahan tersebut. Hal ini dikenal macam penggunaan lahanseperti tegalan, sawah, kebun kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung,padang alang- alang, dan sebagainya (Arsyad, 1989).
Contoh  pengelompokan tipe penggunaan lahan adalah sebagai berikut :
a.        Perladangan
b.       Tanaman semusim campuran, tanah darat, tidak intensif
c.        Tanaman semusim campuran, tanah darat, intensif
d.       Sawah, satu kali setahun, tidak intensif
e.       Sawah, dua kali setahun,intensif
f.         Perkebunan rakyat (karet, kopi, cokelat, atau jeruk), tidak intensif
g.        Perkebunan rakyat intensif 
h.       Perkebunan besar, tidak intensif
i.         Perkebunan besar, intensif
j.         Hutan produksi, alami
k.        Hutan produksi, tanaman pinus, dan sebagainya
l.         Padang pengembalaan, tidak intensif
m.      Hutan lindung
n.       Cagar alam

8.       Menjelaskan Sifat-sifat lahan
Berdasarkan sifat-sifat dari penggunaan lahan, lahan dibedakan berdasarkan iklim, landform (litologi dan topografi), tanah dan hidrologi sehingga terbentuk satuan lahan. Dari satuan lahan tersebut yang digunakan menjadi dasar keperluan analisis dan interpretasi dalam menilai potensi atau kesesuaian lahan untuk suatu peruntukan dari lahan tersebut.

9.       Menjelaskan Kualitas / karakteristik  pembatas lahan
Kualitas lahan adalah sifat-sifat atau “atribut” yang kompleks dari suatu lahan. Masing-masing kualitas lahan mempunyai keragaman tertentu yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu. Kualitas lahan kadang dapat diduga atau diukur secara langsung dilapangan, tetapi umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan.

10.    Menjelaskan Persyaratan tumbuh tanaman
Semua untuk tanaman untuk dapat tumbuh dan berproduksi memerlukan persyaratan tertentu, persyaratan tersebut terutama untuk energy radiasi, temperature yang cocok untuk pertumbuhan, kelembaban, oksigen, dan unsure hara. Peryaratan temperature dan kelmbaban sering digabungkan disebut periode pertumbuhan (FAO, 1976). Persyaratan tumbuh tanaman lainnya adalah yang tergolong sebagai kualitas lahan media perakaran. Media perakaran terdiri dari : drainase, tektur, struktur, konsistensi, dan kedalaman efektif tanah.

11.    Menjelaskan Evaluasi kesesuaian lahan
Kesesuaian lahan (land suitability) adalah sistem klasifikasi kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu (FAO, 1976) sedangkan pengertian kesesuaian lahan menurut Huizing (1991) kesesuaian lahan dipergunakan untuk maksud-maksud klasifikasi yang lebih detail, seperti kecocokan untuk jenis tanaman tertentu, spesies pohon dan tipe bangunan tertentu. Jadi kesesuaian lahan adalah sistem klasifikasi kecocokan untuk jenis tanaman tertentu. Di samping itu, pada kesesuaian lahan juga memasukkan istilah masukan (input) seperti jumlah bibit dan jumlah pupuk, biaya dan jangka waktu investasi.

12.    Menjelaskan Evaluasi kesesuaian Lahan aktual
Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan saat ini merupakan kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan berdasarkan data yang tidak ada dan tidak mempertimbangkan asumsi atau usaha perbaikan dan tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi faktor-faktor pembatas yang ada di setiap satuan lahan. Sebagaimana diketahui bahwa faktor pembatas yang diduga terdapat pada satuan lahan yang dievaluasi, ada sifatnya permanen/tidak ekonomis untuk diperbaiki dan secara ekonomis masih menguntungkan dengan teknologi yang tepat (Zhiddiq, 2003).

13.    Menjelaskan Evaluasi kesesuaian Lahan potensial
Kesesuaian lahan potensial menyatakan keadaan kesesuaian lahan yang akan dicapai setelah dilakukan usaha-usaha perbaikan atau improvemen. Dalam hal ini perlu adanya perincian faktor-faktor ekonomis dalam menduga biaya yang diperlukan untuk perbaikan-perbaikan (Zhiddiq, 2003).

Topik: Cara penelitian kemampuan lahan

1.       Menjelaskan bahan penelitian evaluasi kemampuan lahan
a.        Citra Foto Udara Pangkhromatik Hitam Putih  skala 1 : 25.000, diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL).
b.       Peta Rupabumi skala 1 :  50.000, diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL).
c.        Peta Geologi skala 1 : 100.000 yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional.
d.       Peta Jenis Tanah skala 1 : 100.000 yang dikeluarkan Badan Pertanahan.
e.       Peta Penggunaan Lahan skala 1 : 100.000 yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional.

2.       Menjelaskan alat penelitian evaluasi kemampuan lahan
Alat pengukuran lapangan:
a.        Global Position System (GPS), untuk penentuan posisi di permukaan bumi (titik koordinat).
b.       Abney level, untuk mengukur kemiringan lereng
c.        Kompas geologi, untuk mengetahui arah azimuth dan kemiringan lereng.
d.       Roll meter, untuk mengukur kedalaman efektif tanah dan panjang lereng.
e.       Pisau lapang, untuk meratakan profil tanah dan untuk pengamatan struktur tanah.
f.         Buku Munsell Soil Colur Chart, untuk mengamati warna tanah
g.        Cangkul dan Sekop, untuk membuat profil tanah.
h.       Ring sampel, untuk analisis permeabilitas
i.         Plastik, tempat sampel tanah
j.         Alat tulis menulis, untuk kegiatan pencatatan hasil pengukuran dan pengamatan.
k.        Kamera, untuk dokumentasi
Alat Laboratorium:
a.        Untuk menentukan permeabilitas tanah : tabung kuningan, gelas ukur, penyaring dan air bersih.
b.       Untuk penetapan bahan organik digunakan alat : timbangan, tabung erlenmeyer250 ml, pipet tetes dan alat untuk penetrasi.
c.        Untuk analisis tekstur tanah : gelas piala 800 ml, ayakan 2 mm, gelas silinder 500 ml, hidrometer, pinggang aluminium, saringan 0,05 mm, sprayer, mesin pengocok/pengaduk corong plastik, oven tanah 1050C, neraca analitik ketelitian 4 desimal, dan tissu roll.
d.       Kaca pembesar (loupe), untuk interpretasi citra foto udara hitam putih.
e.       Komputer untuk membuat peta dengan menggunakan software Map Info version 7.5.

3.       Menjelaskan tahap penelitian evaluasi kemampuan lahan
Penelitian evaluasi kemapuan lahan dibagi secara tiga tahap yaitu pra kegiatan lapangan, kegiatan lapangan, dan pasca kegiatan lapangan. Ketiga kegiatan tersebut diuraikan sebagai berikut:
Pra kegiatan lapangan
a.        Studi kepustakaan yang relevan dengan kegiatan penelitian
b.       Menyusunan proposal penelitian
c.        Mengurus surat izin penelitian
d.       Mengumpulkan bahan dan alat penelitian (nomor 2)
e.       Mendeliniasi batas DAS (lokasi penelitian) dengan menggunakan peta rupabumi skala 1 : 50.000. Kegiatan deliniasi dilakukan dengan cara memperhatikan garis kontur yang menunjukkan igir dan lembah. Penarikan garis (deliniasi) untuk batas DAS dilakukan sepanjang garis kontur yang merupakan igir-igir pegunungan.
f.         Membuat peta kelas kemiringan lereng tentatif berdasarkan peta rupabumi skala 1: 50.000. Pembuatan peta kelas lereng dengan menggunakan metode Wentworth dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : membagi peta topografi dalam grid-grid dengan ukuran tertentu (1 cm x 1 cm), membuat diagonal dalam grid yang memotong dan kurang lebih tegak lurus dengan kontur, mengukur panjang diagonal (L), menghitung jumlah kontur yang terpotong garis diagonal (N), kemudian dilanjutkan dengan menghitung besar lereng dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
α  =         
Dimana :                                                                     
α   = besar lereng                                                      L = panjang diagonal dalam peta
N = jum kontur yang terpotong                               S = angka penyebut dalam skala       
lk =interval kontur
 (Sungkowo dan Wiyono, 1994)

g.        Membuat peta bentuklahan skala 1 : 25.000 melalui interpretasi citra foto udara hitam putih skala 1 : 25.000. Interpretasi citra dilakukan  berdasarkan  7 (tujuh) kunci interpretasi yaitu : rona, warna, tekstur, bentuk, ukuran, pola, bayangan dan situs dengan menggunakan kaca pembesar (loupe), dan dengan kontrol melalui interpretasi peta rupabumi skala 1 :50.000 informasi/data tentang morfometri (kemiringan lereng, panjang dan bentuk lereng), relief dan kesan topografi  diperoleh dengan memperhatikan pola dan kerapatan garis kontur. Pembuatan peta bentuk lahan juga tidak terlepas dari interpretasi peta geologi yang digunakan untuk mengetahui jenis/macam batuan dan struktur geologi.
h.       Membuat peta satuan lahan tentatif skala 1 : 25.000 dengan menggunakan teknik tumpangsusun (overlay) melalui komputer dengan menggunakan software map info version 7.5. Adapun peta-peta yang dioverlay yaitu : kemiringan lereng, bentuklahan,  jenis tanah, dan peta penggunaan lahan.
i.         Menentukan titik sampel secara acak dengan pendekatan satuan lahan.
j.         Merencanakan kerja lapang dan membuat jadwal kegiatan
Kegiatan lapangan
a.        Uji lapang (survey) sebagai kegiatan penelitian pendahuluan
b.       Mencocokkan dan membetulkan peta satuan lahan tentatif untuk pembuatan satuan lahan akhir
c.        Mengamati dan melakukan pengukuran terhadap parameter-parameter lahan untuk penentuan kelas kemampuan lahan. Parameter-parameter tersebut meliputi: kemiringan lereng, tingkat erosi, kedalaman efektif tanah, tekstur (lapisan atas dan lapisan bawah), struktur tanah, singkapan batuan, darinase dan ancaman banjir
d.       Pengambilan sampel tanah terusik dan tidak terusik untuk analisis di laboratorium. Sampel tanah terusik digunakan untuk analisi kandungan bahan organik dan tekstur tanah, sedangkan sampel tanah tidak terusik untuk analisis permeabilitas
e.       Pengumpulan data curah hujan pada Kantor Meteorologi dan Geofisika (BMG) atau pada instansi yang terkait.
Pasca kegiatan lapangan
a.        Menganalisis sampel tanah di laboratorium, meliputi analisis permeabilitas, tekstur, dan kandungan bahan organik
b.       Mentabulasikan data-data hasil pengamatan lapang dan  analisis laboratorium
c.        Menganalisis data dengan metode perbandingan (matching) dengan tehnik analisis tabularis  untuk menentukan kelas kemampuan lahan
d.       Pembuatan peta kemampuan lahan dan peta tingkat kesesuaian bentuk penggunaan lahan dengan kelas kemampuan lahan menggunakan Software Map Info Version 7,5.

4.       Menjelaskan variabel penelitian evaluasi kemampuan lahan
Variabel merupakan indikator terpenting dalam suatu penelitian. Menurut Masri Sangarimbun (1985) bahwa variabel yaitu konsep yang diberi nilai lebih dari satu nilai dan salah satu ciri pokoknya adalah berbentuk dikrit (diskrite) atau variabel bersambung (continius). Sudjana (1987) mengatakan bahwa varibel merupakan ciri dari individu, objek, gejala atau peristiwa yang dapat diukur secara kuantitatif. Hasil pegukuran bisa tetap bisa pula berubah-rubah.
Berdasarkan defenisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai dan menjadi objek pengamatan dalam suatu penelitian. Bertolak dari tujuan penelitan dan uraian di atas, maka variabel yang akan diteliti dalam evaluasi kemampuan lahan yaitu : 1) Kemiringan lereng, 2) Kepekaan erosi tanah, 3) Tingkat erosi, 4) Kedalaman efektif tanah, 5) Tekstur lapisan atas, 6) Tekstur lapisan bawah, 7) Permeabilitas, 8) Drainase, 9) Singkapan batuan,  10) Ancaman Banjir

5.       Menjelaskan analisis data evaluasi kemampuan lahan
a.        Tehnik analisis data adalah cara-cara yang digunakan untuk mengolah, mengkaji data dan informasi sehubungan dengan masalah dan tujuan yang ingin dicapai guna untuk menarik kesimpulan (Widoyo, 2001).
b.       Adapun teknik analisis yang digunakan didalam penelitian evaluasi kemampuan lahan adalah : Teknik analisis kartografis, penerapan teknik kartografis didalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan sistem tumpangsusun (overlay) beberapa peta (kemiringan lereng, bentuklahan, jenis tanah dan peta penggunaan lahan) melalui komputer dengan menggunakan  software map info version 7.5. Peta satuan lahan tersebut kemudian dijadikan sebagai acuan didalam penentuan titik sampel yaitu dengan menggunakan teknik random sampling.
c.        Teknik analisis tabulasi, dengan metode perbandingan (matching) berdasarkan kriteria Arsyad (1989). Artinya karakteristik lahan (kemiringan lereng, kepekaan erosi tanah, tingkat erosi, kedalaman efektif tanah, tekstur lapisan atas, tekstur lapisan bawah, struktur, permeabilitas, drainase, singkapan batuan, ancaman banjir) yang diperoleh dari hasil pengukuran lapang dan laboratorium diinventarisasi dalam bentuk tabel berdasarkan sistem pengklasifikasian yang dikemukakan oleh Arsyad (1989). Setiap satuan lahan pada dasarnya adalah berbeda, yakni memiliki karakteristik tersendiri.
d.       Teknik analisis deskriptif dengan pendekatan keruangan, juga digunakan didalam penelitian ini untuk memberikan gambaran dan penjelasan dalam konteks keruangan terhadap agihan (persebaran) dan gejala faktor pembatas pada tiap satuan lahan yang ada di lokasi penelitian.

 Topik: Cara penelitian kesesuaian lahan

1.       Menjelaskan bahan penelitian evaluasi kesesuaian lahan
Bahan penelitian untuk evaluasi kesesuaian lahan adalah:
a.        Peta tanah tinjau skala 1 : 125.000
b.       Peta topografi skala 1 : 50.000
c.        Peta penggunaan lahan skala 1 : 50.000
d.       Peta lereng skala 1 : 50.000
e.       Peta bentuk lahan 1 : 50.000
f.         Peta geologi skala 1 : 250.000
g.        Citra foto udara pangkromatik hitam putih skala 1 : 25.000
h.       Data curah hujan selama 11 tahun terakhir
i.         Data produksi vegetasi yang dianalisa dari setiap satuan lahan kaitannya dengan karakteristik lahannya
j.         Bahan-bahan kimia untuk analisis sifat-sifat fisik dan kimia tanah di lapangan dan bahan kimia untuk analisis tanah di laboratorium

2.       Menjelaskan alat penelitian evaluasi kesesuaian lahan
a.        Alat laboratorium
1)       Streoskop cermin untuk interpretasi foto udara
2)       Transparansi
3)       Pelengkap laboratorium untuk analisis tanah mengenai tekstur, KT, PH, N-total, P2O– tersedia, K2O – tersedia, toksisitas, dan drainase
4)       Kertas kalkir
5)       Pensil warna
6)       Rotring
7)       Mistar
b.       Alat Lapangan
1)       Altimeter
2)       Bor tanah
3)       Klinometer
4)       Kompas geologi
5)       Roll meter
6)       Palu geologi
7)       Sekop
8)       Cangkul
9)       Parang
10)   Pisau belati
11)   Kantong pelastik
12)   Soil test kits
13)   Kamera
14)   Kaca pembesar (loupe)
15)   Ring sampel
16)   Buku pedoman pengamatan tanah dilapangan, dll
c.        Alat bantu untuk analisa peta

3.       Menjelaskan tahap penelitian evaluasi kesesuaian lahan
Adapun langkah‑langkah penelitian yang dilaksanakan berdasarkan tahapan tahapan sebagai berikut :
a.        Tahap Persiapan
Pada lahap ini dilakukan beberapa hal yaitu :
1)       Observasi awal wilayah penelitian.
2)       Studi perpustakaan yang berkaitan dengan topik dan permasalahan penelitian.
3)       Mempersiapkan peta pengguanaan lahan, peta tanah, peta kemiringan lereng dan peta geologi.
4)       Membuat peta satuan lahan dengan cara overlay empat peta tematik yaitu: peta penggunaan lahan, peta tanah, peta kemiringan lereng dan peta geologi.
5)       Menentukan unit satuan lahan sebagai titik sampel berdasarkan hasil overlay.
6)       Menyusun surat izin penelitian.
b.       Tahap Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu melakukan serangkaian kerja untuk memperoleh data primer dan data sekunder.
1)       Pengumpulan data primer
Data primer dikumpulkan secara langsung di lapangan melalui pengarnatan dan pengukuran kualitas/karakteristik lahan, seperti tekstur tanah, pH tanah, drainase tanah, kedalaman efektif tanah. Data primer yang lain di analisis di laboratorium antara lain: P2O5, N Total, K2O, pH tanah, tekstur tanah, KTK.
2)       Pengumpulan data sekunder
Data sekunder dikumpulkan dari kantor atau instansi yang terkait seperti: data curah hujan, intensitas radiasi matahari beserta peta dan lainnya yang diperlukan.
c.        Tahap Pengolahan dan Analisis
Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan meliputi :
1)       Mengolah data, baik data primer maupun data sekunder kemudian mengklasifikasikan data tersebut ke dalam sesuai dengan keperluan.
2)       Interpretasi peta‑peta tematik yang didapat dari kantor atau instansi terkait dengan menghitung luas berdasarkan satuan lahan.
3)       Menganalisis data untuk menentukan kesesuaian dalam lahan tanaman dengan karakteristik lahan.
4)       Menganalisis peta penggunaan lahan dan peta kesesuaian lahan untuk menentukan lokasi tanaman .
d.       Tahap Penyusunan Hasil Penelitian
Semua data yang telah diolah dan dianalisis, selanjutnya disusun secara sistematis dalam bentuk laporan. Laporan akhir dilengkapi dengan peta tematik berupa; peta lokasi sampel tanah, peta lokasi penelitian, peta administrasi, peta jenis tanah, peta pH tanah, peta tekstur tanah, peta drainase tanah, peta kedalaman efektif tanah, peta kemiringan lereng, peta singkapan batuan dan peta kesesuaian lahan untuk tanaman .

4.       Menjelaskan variable penelitian evaluasi kesesuaian lahan
Dalam penelitian “Evaluasi Kesesuaian Lahan” terdapat beberapa variabel yang akan dibahas:
a.        Jumlah curah hujan adalah jumlah curahan yang terjadi dan tercatat oleh alat ukur curah hujan setempat yang dinyatakan dengan satuan milimeter (mm/tahun). Rata-rata curah hujan tahunan ditentukan dengan formula sebagai berikut:
Intensitas curah hujan  =   ......... (Hardjowigeno, 1995).
b.       Temperatur rerata tahunan (°C), diperoleh dari stasiun klimatologi, diperoleh dengan mengkonversikan data tersebut dengan rumus Mock. T = 0,006 (Z1–Z2), di mana T = beda suhu udara dari ketinggian Z1–Z2. Z1 = ketinggian stasiun klimatologi (mt), Z2 = ketinggian lokasi penelitian (mt) (Zhiddiq, 2004).
c.        Tekstur tanah. Pada prinsipnya analisis tektur merupakan pemisahan fraksi pasir, debu, dan liat. Penentuannya dilakukan di laboratorium. Kelas tekstur tanah yang digunakan adalah: S1) L, SCL, SiL, C, CL, SiCL, S2) SL, SC, SiC, C, S3) LS, StrC, N1) Td, dan N2) Kerikil, pasir (Zhiddiq, 2004).
d.       pH tanah, tanah sangat menentukan pertumbuhan dan produksi optimal tanaman, pH ditentukan dengan dua larutan yakni; H2O dan KCL dengan menggunakan perbandingan antara contoh tanah dengan larutan 1:2,5 dibedakan: 1) <>
b.       Drainase tanah adalah mudah tidaknya tanah melepaskan air, baik melalui infiltrasi maupun aliran permukaan (run off). Secara kuantitatif data drainase dapat diperoleh dengan pengamatan langsung di lapangan, seluruh lapisan profil tanah dari atas sampai ke bawah diamati berdasarkan ada tidaknya bercak-bercak warna kuning, coklat, atau kelabu (Zhiddiq, 2004).
c.        Kedalaman efektif tanah yaitu kedalaman tanah yang ideal untuk pertumbuhan tanaman, yakni sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus akar tanaman, yang diperoleh dengan mengebor tanah sampai pada lapisan tanah yang tidak dapat ditembus akar tanaman, terdiri dari; 1) sangat dangkal <50> 150 cm (Zhiddiq, 2004).
d.       KTK Tanah, adalah sifat kimia tanah yang erat kaitannya dengan kesuburan tanah. KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara yang lebih baik dari pada KTK yang rendah. KTK diamati pada lapisan top soil antara 0‑30 cm. Dibedakan 1) sangat rendah <> 25 (Zhiddiq, 2004).
e.       N Total, berfungsi untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman, dan untuk pembentukan protein, N total dianalisis di laboratorium. Persentase adalah sebagai berikut: 1) 0,51-0,75 ; 0,74 = tinggi; amat tinggi, 2) 0,21‑0,50 = sedang, 3) 0,10‑0,20 rendah, dan 4) <>
f.         P2O5, berfungsi di dalam tanah antara lain untuk pembelahan sel, pembentukan albumin, pembentukan bunga, buah dan biji, mempercepat pematangan, memperkuat batang dan tahan terhadap penyakit (Zhiddiq, 2004). Unsur P2O5dianalisis di laboratorium penilaiannya adalah sebagai berikut: 1) >20;16-20 = amat tinggi; tinggi, 2) 11‑15 = sedang, 3) 5‑10 = rendah, dan 4) <5>
g.        K2O, berfungsi untuk pembentukan pati, mengaktifkan enzim, proses fisiologis dalam tanaman, proses metabolistik dalam sel, dan perkembangan akar. K2O tersedia dianalisis di laboratorium, yang dinilai adalah sebagai berikut: 1) > 60; 41-60 = tinggi; sangat tinggi, 2) 21-40 = sedang, 3) 10-20 = rendah, dan 4) < 10 =" sangat">
h.       Tingkat Bahaya Erosi adalah perkiraan kehilangan tanah maksimum. Pada penelitian ini tingkat bahaya erosi dihitung dengan menggunakan metode tingkat kerapatan sungai. Adapun batasan yang menyatakan besarnya indek karapatan sungai, yaitu : Kurang dari 0,25 km/km2 maka disebut rendah, 0,25-10 km/km2disebut sedang, 10-25 km/km2 disebut tinggi dan lebih dari 25 km/km2 disebut sangat tinggi (Hardjowigeno, 2003).
i.         Singkapan batuan, ditentukan berdasarkan persentase luasnya di permukaan tanah Singkapan batuan berpengaruh terhadap penggunaan lahan dan pengelolaan lahan. Dinyatakan dalam persen masing‑masing yaitu; <>
j.         Kemiringan lereng yaitu perbandingan antara beda ketinggian dengan jarak mendatar dari dua tempat yang berlainan. Nilai kemiringan lereng dinyatakan dalam satuan persen (Zhiddiq, 2004).

5.       Menjelaskan analisis data evaluasi kesesuaian lahan
a.        Teknik statistik deskriptif, yaitu analisis dari data data yang terkumpul baik yang sifatnya primer maupun data sekunder dalam bentuk tabel frekuensi. Dari tabel tersebut, kemudian diinterpretasikan untuk menjelaskan fenomena yang kemudian akan menghasilkan kesimpulan terhadap apa yang tergambar dalam tabel tersebut.
b.       Teknik kartografis, yaitu semua data yang telah terkumpul dari hasil observasi yang telah disusun dalam tabel dapat dipetakan dengan metode tertentu. Peta peta tematik tersebut di overlay satu sama lain dan diinterpretasikan untuk menggambarkan peta kesesuaian lahan.


DAFTAR PUSTAKA


http://mezoq.wordpress.com/catatan-ku/pengertieran-bentang-lahan/
http://petatematikindo.wordpress.com/2013/01/06/penggunaan-lahan/
Alfandi, Widoyo. 2001. Epistemologi Geografi. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Press.
Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB. Bogor.
FAO, 1976. Framework For Land Evolution. FAO Soils Bulletin.Soil Resources Management and Conservation Service Land and Water Development Division.
Hardjowigeno. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.
Jamulya dan Woro Suprojo. Pengantar Geografi Tanah.1993. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 
Sitorus, R. P. S, 1985. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Tarsito, Bandung.
Sungkowo, A., dan Wiyono, Yudo. 1994. Petunjuk Praktikum Geomorfologi. Yogyakarta : Laboratorium Geologi Dinamis Seksi Geomorfologi UPN Veteran.
Zhiddiq, S. 2004. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Makassar: UNM.

0 komentar:

Posting Komentar